Header Ads Widget

Main Ad

Business

Main Ad

Memaknai Iduladha dari Kisah Seorang Siti Hajar Radhiyallahu ‘Anha

Illustrasi Hari Raya Iduladha. freepik.com

Iduladha sering kali hanya menceritakan pengorbanan dan ketaatan Nabi Ibrahim Alaihis Salam ketika menyembelih Nabi Ismail Alaihis Salam. Pada cerita tersebut, mayoritas umat islam sering lupa bahwa ada peran besar Siti Hajar Radhiyalullahu ‘Anha dalam membentuk sifat taat dan ridho Nabi Ismail Alaihis Salam terhadap keputusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dari kisah Siti Hajar Radhiyallahu ‘Anha, masyarakat muslim di Indonesia perlu memaknainya secara mendalam. Sebab lewat kisah Siti Hajar Radhiyalullahu ‘Anha, kita akan mengetahui penyebab Nabi Ismail Alaihis Salam bisa menjadi seorang anak yang shaleh bahkan sampai mendapat gelar kenabian.

Ada empat amalan yang dilakukan Siti Hajar Radhiyallahu ‘Anha dalam mendidik Nabi Ismail Alaihis Salam selama ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim Alaihis Salam. Empat amalan tersebut yaitu:

Pertama, ‘Inda baitikal muharram. Ditempatkan di lingkungan (bi’ah) yang baik. Lingkungan yang kental dengan nilai-nilai spiritual. Lingkungan yang selalu mendekatkan anak kepada Penciptanya. Sebab tanah Hijaz yang tandus itu, disampaikan sebagai dekat dari rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kedua, Liyuqiimush-sholah. Kurikulum pertama adalah mengenalkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan membangun ketaatan kepada-Nya. Hal ini tidak dapat dilakukan jika Hajar Radhiyallahu ‘Anha (Ibu) tidak memiliki kedalaman wawasan spiritual. Hingga membuahkan ketaatan dalam diri Ismail kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara luar biasa. Salah satu ketaatannya Ismail tunjukkan ketika dengan gagah berani menyambut perintah penyembelihan dirinya oleh Nabi Ibrahim Alaihis Salam. Kemampuan seperti ini disebut Danah Zohar sebagai Spiritual Intelligence.

Ketiga, Faj’al af’idatan minan-naasi tahwii ilaihim.  Kurikulum kedua adalah membentuk pribadi yang disukai dan disayangi oleh sesama. Pribadi yang disukai oleh sesama adalah pribadi yang berakhlak mulia. Ismail sangat menghormati dan memuliakan orang tuanya, memegang teguh norma-norma yang baik yang berlaku di masyarakat, dan peduli kepada nasib masyarakat di sekitarnya. Oleh Daniel Goleman, kompetensi seperti ini disebut Emotional Intelligence.

Keempat, La’allahum yasykurun. Membentuk Nabi Ismail Alaihis Salam menjadi pribadi yang pandai mensyukuri nikmat. Syukur maknanya mengoptimalkan semua nikmat dan menjadi sesuatu yang berdayaguna tinggi. Menjadi orang bersyukur maknanya menjadi pribadi-pribadi berpikir positif, produktif, dan kontributif. Ketiga sifat ini dicontohkan langsung oleh Hajar Radhiyallahu ‘Anha saat harus mencari air untuk menyambung hidup. Berbaik sangka kepada Allah yang tidak akan menyia-nyiakan ketaatan hambanya. Berlari kesana kemari mencari air. Saat air memancar, ia pun berteriak “Zam zam, zam zam, berkumpul-berkumpul!”, sambil membuat kolam kecil agar air Zam zam tak kemana-mana. Kemudian, membagikan air tersebut kepada para ssesama. Para ahli menyebut kecerdasan seperti ini sebagai Adversity Quotions.

Dari kisah Hajar Radhiyallahu ‘Anha, dapat diambil ibrah bahwa Bangsa Indonesia perlu melihat peranan besar perempuan atau seorang Ibu. Sebab, masih banyak dari masyarakat kita memandang remeh perempuan. Sosok Siti Hajar Radhiyallahu ‘Anha pun mengajarkan kita, bahwa dari seorang perempuan yang baik akan menghasilkan keturunan yang luar biasa. Tentu kita sepakat, dari keturunan Ismail kemudian lahir nabi dan rasul penutup yaitu Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam.

Posting Komentar

0 Komentar

Most Recents

Main Ad