Header Ads Widget

Main Ad

Business

Main Ad

Penggerak itu Seorang Penyandang Disabilitas

Ia tumbuh di tengah-tengah ejekan masyarakat sekitarnya. Namun, ejekan itu tak menjadikannya tenggelam dalam kesedihan, malah membuatnya bangkit melawan keadaan. Mas Pur, begitulah orang-orang memanggil Purnomo, laki-laki paruh baya yang terus bergerak bersama teman-temannya penyandang disabilitas.

Memanfaatkan pengetahuan turun temurun tentang tanaman salak, Mas Pur mengumpulkan teman-teman penyandang disabilitas di desa tempat tinggalnya, Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Melalui komunitasnya ini, Mas Pur membangun bisnis salak. Pemasarannya tak hanya di Sleman, tetapi menjangkau seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. "Kita terus memperluas pasar," katanya kepada Mukhotib MD dari EOA Media.

Konunitasnya kini beranggotakan 150 orang, terdiri dari perempuan dan laki-laki. Mereka yang tak memiliki lahan salak, bekerja sebagai bagian pemasaran. Dengan menggunakan motor roda tiga hasil modifikasi, para penyandang disabilitas berkeliling menawarkan salak. Tak hanya di warung, tetapi juga ke pasar-pasar.

Sebagai upaya menambah nilai lebih dari salak, Mas Pur dan teman-temannya mengolah salak menjadi manisan. "Kita bisa mendapatkan keuntungan lebih," katanya.




Kepedulian Mas Pur, penyandang disabilitas fisik pada kakinya ini, tak hanya soal ekonomi teman-teman penyandang disabilitas. Penguatan ekonomi ini merupakan gerakan dasarnya, gerakan paling awal untuk membangun kepercayaan diri.

Setelah bangunan ekonomi kuat, Mas Pur mulai memikirkan situasi para penyandang disabilitas perempuan dan laki-laki yang belum menikah. Nyaris seperti biro jodoh, setiap kali ada pertemuan komunitas, ia mendiskusikan perkara perkawinan ini.

 "Membangun keluarga itu penting, pada masa tua mereka akan ada yang merawat," ucapnya dengan penuh semangat. 

Impian Mas Pur masih belum berhenti. Ia memikirkan bagaimana membangun rumah rawat bagi penyandang disabilitas lanjut usia. Mereka akan semakin membutuhkan pelayanan yang khusus. Menurutnya, layanan panti lanjut usia yang ada selama ini belum bisa dikatakan ramah terhadap penyandang disabilitas.

Ini tak hanya soal bagaimana pelayanan yang membutuhkan tindakan khusus sesuai dengan ragam disabilitasnya. Namun, juga arsitektur bangunan panti layanan lanjut usia yang masih sulit diakses lingkungan fisiknya. Misalnya, toilet yang sempit, belum ada bidang miring.

Meski harapan itu masih jauh, Mas Pur tetap merawat keinginannya. Ia yakin suatu saat nanti rumah rawat disabilitas itu bakal terwujud.

Miko, Program Manager Yayasan Sentra Advokasi Perempuan Disabilitas dan Anak (SAPDA) Yogyakarta, mengatakan Mas Pur memang benar-benar pejuang hak-hak disabilitas yang pantang menyerah.

 "Apa yang dilakukannya bukan untuk dirinya sendiri. Perjuangannya untuk kesejahteraan difabel di wilayah Turi," kata Miko, yang aktif mendampingi pengembangan usaha Mas Pur dan komunitasnya.


Mukhotib MD | EOA Media, Yogyakarta

Posting Komentar

0 Komentar

Most Recents

Main Ad