Header Ads Widget

Main Ad

Business

Main Ad

Magnet Jawa: Persamuhan Ragam Nilai

Peristiwa panjang pembentukan nilai-nilai sosial merupakan pertemuan intensif, terus menerus sampai seluruh elemen masyarakat mengugeminya (memegang teguh).

Elemen-elemen sumber nilai, para tokoh pembawa dan pembentuk nilai terlihat jelas dalam 80 karya gambar dari 42 seniman Magelang yang dipajang untuk memperingati Bulan Menggambar Nasional 2022 di Loka Budaya Soekimin Adiwiratmoko Kota Magelang.

Sebut, misalnya, lukisan tokoh Semar, yang sangat akrab di kalangan masyarakat Jawa sebagai dewa sakti mandraguna yang turun ke bumi menjalani hidup kamanungsan.




Semar menjadi simbol pembawa nilai luhur tentang kehidupan yang jujur, apa adanya, dan sederhana. Bersama tiga anaknya -bukan anak biologisnya, Semar memberikan inspirasi bagaimana hidup itu sebagai pertukaran dan penyatuan yang luhur dan yang andap, yang dewa dan yang kamanungsan.

Tanah Jawa sebagai daerah tempat Semar melakoni kerja-kerja manusiawi, memiliki puser bumi di Gunung Tidar dengan lembahnya yang menjadi magnet Jawa.

Kaji Habieb, seniman yang turut memasang karyanya, menggambarkan Gunung Tidar sebagi pusat Tanah Jawa dengan judul karya yang Paku Bumi.

Karya ini menegaskan bagaimana Magelang, dengan Gunung dan Lembar Tidar-nya menjadi magnet Jawa. Pandangan inilah yang kemudian diangkat menjadi Tema Sentral Bulan Menggambar Nasonal 2022 di Magelang.

Novo Indarto, sejarawan dan aktivis Kota Toea Magelang dengan indah menggambarkan bagaimana Tidar memaku Jawa.

"Dari atas Tidar, para petualang mengagumi permadari Tuhan di segala penjuru," tulisnya dalam narasi pameran lukisan ini.

Novo Indarto menggambarkan keindahan alam di atas Tidar itu. Memandang ke arah Barat akan Sang Sumwing yang sumbing karena giginya tanggal saat meletupkan demamnya. Sebelah Utara Timur Laut akan tampak siluet Sang Andung dan Telomoyo yang selalu dingin menghijau. 

Gambaran-gambaran lama tentang kehidupan orang-orang di tanah Jawa dilukiskan dalam karya-karya yang rapi berjajar.

Dari masa lampau, karya Pujiyanto, karikaturis dari Oemah Karikatur Magelang, membawa pengunjung kembali ke dalam kesadaran kekinian. Ia memamerkan karikatur KH. Ahmad Bahauddin -yang akrab dipanggil Gus Baha, dengan mengenakan peci yang khas.


Pujiyanto mengutip kalimat Gus Baha, "Kita diminta untuk saling mengenal dan menasihati. Bukan saling menilai dan menghakimi." Kutipan yang pada akhirnya akan mampu menyatukan berbagai ajaran, nilai, pandangan, tradisi yang begitu ragamnya di Nusantara.


Mukhotib MD | EOA MEdia | Yogyakarta

Posting Komentar

0 Komentar

Most Recents

Main Ad